KABARSULTRA.ID, KONAWE UTARA – Keberadaan PT Cipta Djaya Surya Mining, salah satu perusahaan tambang nikel di Desa Landawe Utama, Kecamatan Landawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), menyebabkan keresahan masyarakat.
Hal ini lantaran lahan yang digunakan pihak perusahaan beroperasi, diduga milik masyarakat dari Desa Landawe Utama, Tambakua, serta Landawe.
Informasi yang dihimpun awak media, permasalahan ini berawal saat pihak perusahaan tiba-tiba melakukan pengolahan nikel di Landawe, tanpa sepengetahuan masyarakat.
Pihak perusahaan berdalih telah melakukan pembayaran lahan kepada pihak pemilik, melalui perwakilan warga, namun hal itu ramai-ramai disangkal oleh masyarakat Landawe.
Setelah melakukan demonstrasi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konawe Utara (Konut), pada Juli 2022 lalu, hingga awal tahun 2023 belum juga ada penyelesaian.
Saat ini, masyarakat yang merasa sebagai pemilik lahan sah, tidak tinggal diam dengan perlakuan pihak perusahaan. Mereka kemudian memutuskan bermukim di depan kantor PT CDSM, sejak Senin (30/1/2023).
Pantauan awak media di lapangan, pada Selasa (31/1/2023), keberadaan PT CDSM terletak di salah satu puncak gunung di Landawe, namun saat ditelusuri, pemimpin atau pihak manajemen perusahaan tidak berada di tempat.
Masyarakat terlihat membangun tenda di depan kantor. Mereka rela meninggalkan aktivitas kesehariannya demi menuntut keadilan.
Suratman Alkhatiri selaku perwakilan masyarakat, dalam orasinya di depan kantor PT CDSM pada Selasa siang, mengungkapkan bahwa masyarakat selama ini sudah bersabar dengan tarik ulur janji penyelesaian sengketa ini.
“Sudah dua hari kami bermalam disini, tapi pihak perusahaan tidak pernah ada etikad baik untuk menemui kami. Kalau begini terus jangan salahkan kalau masyarakat melakukan tindakan yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Diterangkan Suratman, polemik permasalahan karena pihak perusahaan mengaku telah melakukan pembayaran kepada perwakilan warga yang diduga mantan Kepala Desa Wawooheo dan Culambacu, padahal keduanya bukan perwakilan pemilik lahan.
Pihak masyarakat sendiri kata Suratman, merupakan pemilik lahan sah, bukan saja secara turun-temurun, tetapi juga diakui oleh negara, melalui Keputusan Bupati Konut Nomor 55 Tahun 2015 tentang Penetapan Peruntukan Lahan Pada Areal Penggunaan Lain (APL), Akibat Perubahan Peruntukan Fungsi Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Pada Blok Hutan Lambure di Desa Landawe Utama.
Dokumen tersebut dilengkapi dengan peta pembagian lahan masyarakat Kompleks Hutan Lalindu, Desa Landawe Utama, dengan luas areal mencapai 285 hektar.
Suratman mewakili masyarakat, mengungkapkan bahwa permasalahan ini harus segera diselesaikan, sebelum masyarakat murka dengan tindakan masa bodoh dari pihak perusahaan.
Meski saat ini masyarakat hanya bermukim di depan kantor perusahaan, namun jika sampai hari Kamis (2/2/2023) besok belum juga ada penyelesaian, maka warga bakal menduduki kantor perusahaan.
“Kami selama ini sabar, tapi sampai hari Kamis kalau pihak perusahaan tidak menemui kami untuk menyelesaikan masalah ini, maka kesabaran kami dipastikan habis,” tutup Suratman dengan nada marah. (Red)