KABARSULTRA.ID, KONAWE UTARA – Terdapat polemik terhadap penambangan PT Tiran Mineral, di lahan seluas 30 hektar, tepatnya di Desa Waturambaha Kecamatan Lasolo Kepulauan (Laskep) Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Pasalnya sejak tiga tahun terakhir, belum ada kejelasan terkait janji pembebasan lahan. mirisnya, lahan tersebut telah lama digarap oleh pihak perusahaan sampai dibuat terminal khusus.
Pantauan awak media, pada Kamis (16/3/2023), pemilik lahan yang kesal, langsung ke site PT Tiran Mineral. Mereka diterima langsung oleh karyawan perusahaan.
Salah satu admin mengungkapkan bahwa pimpinan dan HRD perusahaan sedang tidak berada di tempat dikarenakan ada urusan lain.
Salah seorang pemilik lahan, H Lamusi, kepada awak media, mengungkapkan, lokasinya di PT Tiran Mineral sudah menjelang tiga tahun hanya diberikan “obat telinga” saja.
“Bulan Februari kemarin kami masuk, sebelum puasa dijanjikan akan diselesaikan. Tiga hari lalu kami kesana belum ada juga titik temu, kami disana diterima oleh HRD,” ujarnya.
Lamusi menjelaskan, lahan miliknya tersebut, sebelum masuk perusahaan sudah dibuka menjadi lahan perkebunan. awalnya warga sempat melakukan pemalangan di lokasi tersebut, tetapi setelah pulang mereka malah melanjutkan aktivitas disana.
“Mereka tetap menambang dengan dijanjikan oleh pihak HRD menunggu karena telah diteruskan ke pimpinan perusahaan untuk di tindaklanjuti,” jelas Lamusi.
Dikatakan, status kepemilikan lahan dibuka sejak tahun 1997, dikuatkan oleh surat pengolahan yang diterbitkan oleh Kepala Desa Marombo, Badillah berupa SKT.
Ia berharap agar pihak PT Tiran Mineral, segera memberikan jawaban yang pasti terkait lahan mereka yang telah diolah selama ini.
Hal senada diungkapkan Hendrik selaku perwakilan masyarakat. Dirinya, sebenarnya beberapa waktu yang lalu telah membuat komitmen dan sempat dijanjikan oleh pihak PT Tiran Mineral akan menyelesaikan persoalan pembebasan lahan.
“Namun hingga hari ini menjelang tiga tahun terakhir, belum ada realisasi dari pihak perusahaan,” ujarnya.
Faktanya kata Hendrik, lahan warga sudah dibuka dengan luasan yang luar biasa, sehingga hari ini ia datang mempertanyakan alasan apa yang menyebabkan sampai memasuki tahun ketiga, belum ada penyelesaian terkait lahan itu.
Dirinya menganggap bahwa masyarakat dibuat seolah-olah digantung oleh perusahaan, sebab tidak ada sebuah komitmen yang jelas. Padahal, warga pemilik lahan sudah memanfaatkan hutan ini sebagai lahan produksi perkebunan selama puluhan tahun yang lalu.
Dilakukan Hendrik, pihaknya saat ini masih melakukan upaya persuasif kepada pihak PT Tiran Mineral, tanpa ada gerakan-gerakan tambahan. Masyarakat masih mengedepankan asas musyawarah dalam menyelesaikan masalah ini.
“Kami masih membuka ruang kepada pihak Tiran, dimohon tidak mengesampingkan hak-hak masyarakat setempat,” ujar Hendrik.
Ia pun menduga, informasi yang disampaikan oleh masyarakat pemilik lahan ke pihak perwakilan PT Tiran, selama tiga tahun terakhir tidak pernah sampai ke pimpinan.
Olehnya itu kata Hendrik, masyarakat memberikan waktu, jikalau beberapa hari kedepan tidak ada informasi lebih lanjut terkait ini, tidak menutup kemungkinan dirinya beserta pemilik lahan akan melakukan unjuk rasa.
“Bahkan kami akan menutup dan melakukan pemalangan lokasi milik mereka. Kami bakal bertindak lebih representatif lagi untuk melakukan penuntutan hak,” tutupnya. (Red)
Setelah berbincang dengan karyawan perusahaan, pemilik lahan kemudian ke rumah HRD perusahaan di Desa Mopute Kecamatan Oheo, namun HRD perusahan disampaikan tengah berobat di Kendari. (Red)