KABARSULTRA.ID, JAKARTA — Gelombang keprihatinan atas tindakan represif aparat kepolisian terhadap mahasiswa asal Sulawesi Tenggara (Sultra) di Jakarta kini terus bergulir.
Tokoh Pemuda Konawe Utara, Hendrik, mengecam keras penangkapan puluhan mahasiswa yang tengah melakukan aksi damai di Kantor Penghubung Pemprov Sultra, Selasa (8/10/2025).
Dalam pernyataan resminya, Hendrik menyebut tindakan aparat tersebut sebagai bentuk kemunduran demokrasi dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai konstitusi.
“Mereka bukan pelaku kejahatan, mereka adalah anak-anak Sulawesi Tenggara — generasi emas daerah yang sedang menuntut ilmu dan memperjuangkan haknya untuk didengar. Menangkap mereka berarti melukai nurani rakyat,” tegas Hendrik.
Menurutnya, mahasiswa memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Karena itu, tindakan represif aparat disebut sebagai bentuk pelecehan terhadap hukum dan akal sehat.
Hendrik juga mengingatkan bahwa Kantor Penghubung Pemprov Sultra di Jakarta dibangun dari uang rakyat, sehingga mahasiswa memiliki hak moral untuk hadir dan menyampaikan aspirasi di sana.
“Kalau pemerintah menutup ruang dialog dengan kekerasan, itu tanda krisis kepemimpinan,” ujarnya tajam.
Lebih lanjut, Hendrik menyayangkan sikap Gubernur Sulawesi Tenggara, Andi Sumangerukka, yang dinilainya berdiam diri di tengah penindasan terhadap mahasiswa asal daerahnya sendiri.
“Seorang pemimpin sejati tidak bersembunyi di balik kursi kekuasaan ketika anak-anaknya ditindas. Diam di tengah ketidakadilan sama artinya dengan menyetujui penindasan,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa relasi antara rakyat, mahasiswa, dan pemerintah semestinya dibangun atas dasar dialog dan penghormatan, bukan kecurigaan dan kekerasan.
“Pemerintah yang takut pada kritik mahasiswa adalah pemerintah yang kehilangan kebijaksanaan. Bila suara mahasiswa dibungkam, maka yang padam bukan hanya keberanian, tetapi juga akal sehat bangsa ini,” kata Hendrik.
Sebagai bentuk solidaritas moral, Hendrik menyerukan kepada seluruh elemen pemuda, mahasiswa, aktivis, LSM, dan jurnalis di Sulawesi Tenggara maupun seluruh Indonesia untuk bersatu menuntut:
- Pembebasan tanpa syarat terhadap seluruh mahasiswa Sultra yang ditahan di Jakarta.
- Evaluasi menyeluruh terhadap tindakan aparat kepolisian dalam menangani aksi damai.
- Sikap terbuka dan tanggung jawab moral dari Gubernur Sulawesi Tenggara untuk menyelesaikan persoalan mahasiswa dan asrama secara manusiawi.
Menutup pernyataannya, Hendrik menyerukan agar seluruh pihak kembali pada nurani kemanusiaan.
“Perjuangan mahasiswa bukan sekadar soal asrama — ini tentang harga diri generasi dan hak untuk hidup bermartabat. Demokrasi harus dijaga, bukan ditakuti. Suara mahasiswa adalah cahaya terakhir dari bangsa yang ingin tetap waras,” pungkasnya. (Red)