KABARSULTRA.ID, KONAWE UTARA – Sempat viral, unggahan video rapat dengar pendapat (RDP) beberapa waktu lalu, salah satu anggota DPRD Sultra, memukul meja di hadapan masyarakat.
Menggapai hal tersebut, Ketua Eksekutif Kota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Kendari (EK-LMND Kendari), Halim, menyebut klarifikasi Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi tersebut hanya suatu pembenaran saja.
“Apa yang disampaikan melalui video yang berisikan klarifikasi tersebut, tidak sesuai dengan fakta,” kaya Halim, Kamis (18/5/2023).
Halim menjelaskan, tepatnya pada tanggal 18 April 2023, dilakukan aksi demonstrasi oleh para pemilik lahan Desa Waturambaha, bersama gabungan beberapa lembaga, diantaranya Formilatu, forpemdas & EK-LMND Kendari, kemudian disatukan dalam Front Pemuda Mahasiswa Pemerhati Sulawesi Tenggara (FPMS).
Adapun rute mengenai aksi demonstrasi saat itu, mulai dari pertigaan Kampus UHO, lalu ke Kantor Tiran Group dan berakhir di Gedung DPRD Sultra.
Masyarakat yang tadinya ikut dalam gerakan, tidak lagi bersama saat menuju DPRD, mengingat jarak Kota Kendari ke Konawe Utara begitu jauh, maka para pemilik lahan dipersilahkan pulang lebih awal.
“Apalagi tujuannya kita ke DPR hanya minta di jadwalkan RDP saja,” ujarnya.
Setibanya disana, massa disambut dengan baik oleh Rusli selaku penampung aspirasi DPRD Sultra. Lalu, diarahkanlah menuju gedung penerimaan aspirasi, ditemui langsung oleh Ketua Komisi III DPRD Sultra.
“Kemudian, kami melakukan hearing bersama Ketua Komisi III DPRD Sultra yang didampingi para staf,” terangnya.
Tuntutan yang disampaikan mendapat respon baik dari Ketua komisi III DPRD Sultra. Massa aksi bersama masyarakat petani pemilik lahan, bakal dibuatkan jadwal RDP bersama pihak management perusahaan PT Tiran Mineral Tiran Indonesia, serta dinas-dinas terkait.
Kata Halim, RDP berjalan lancar. Ketua Komisi III mempersilahkan dirinya bersama kawan-kawan mahasiswa untuk memaparkan semua tuntutan sembari ditulis tangan saat itu oleh Ketua komisi III, termasuk juga dengan dinas-dinas terkait yang masuk dalam rekomendasi untuk agenda RDP.
“Jauh sebelum RDP, itu secara fisik pasca libur nasional kita masukkan melalui koordinator komisi III yang mengatur soal RDP pada tanggal 28 April 2023,” katanya.
Mengingat saat itu bertepatan dengan libur nasional momentum hari raya idul Fitri, sampai pada tanggal 26 April 2023, Sehingga RDP tidak bisa dilaksanakan, namun massa aksi menerimanya dengan legowo. DPRD Sultra pun sepakat untuk mengagendakan RDP pasca libur nasional.
“Namun kurang lebih 1 minggu pasca libur nasional, kami dan masyarakat dikasih menunggu. Berangkat dari kesepakatan diawal, bahwa RDP akan dilaksanakan setelah libur nasional. Jelas disini sebenarnya siapa yang sudah tidak sesuai prosedur, kami atau DPR,” ujar Halim kesal.
Sebagai alternatif, massa juga melakukan komunikasi melalui telepon seluler via aplikasi Whatsapp. Tapi seolah-olah legislator tidak peduli, padahal mereka sendiri juga yang anjurkan jika ada yang perlu ditanyakan bisa melalui telepon seluler.
Massa bersama masyarakat kemudian bersepakat untuk kembali melakukan aksi demonstrasi di Gedung DPRD Sultra pada tanggal 8 Mei 2023.
Setelah kami melakukan aksi demonstrasi, barulah pihak DPRD Sultra mengabulkan permintaan massa, meskipun jadwal RDP yang diberikan masih sangat memberatkan masyarakat, pasalnya masyarakat yang sudah jauh-jauh dari Konawe Utara, menunggu lagi selama satu minggu jadwal RDP pada tanggal 15 Mei 2023.
“Tak terpikirkan oleh anggota DPR khusunya DPRD Sultra, kasian masyarakat bolak-balik apalagi dengan jarak tempuh lumayan jauh. Belum lagi berbicara soal keselamatan mereka di perjalanan, akomodasi dan lain sebagainya,” ujarnya.
Lalu saat RDP berlangsung, Halim meluruskan bahwa pihaknya melakukan interupsi sesuai apa yang DPR lakukan pada massa aksi. Halim pun legislator berbicara soal prosedur sementara dari tubuh DPR itu sendiri juga yang tidak sesuai prosedur.
Lebih dari itu, Halim menegaskan bahwa isu terkait pembangunan smelter ini tetap akan masuk dalam substansi pembahasan. Selain sudah memang tercantum dalam pernyataan sikap, juga ada alasan mendasar yang menurut kami sangat rasional.
Ketika berbicara soal ganti rugi lahan dan pembangunan smelter, keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam komposisi materinya memang seperti itu.
“Saya tegaskan sampai kapanpun hak-hak masyarakat petani pemilik lahan Desa Waturambaha Konawe Utara akan kamu gaungkan. Kedepannya kami akan bertandang kembali ke DPRD Sultra dengan jumlah massa yang lebih banyak,” tutupnya. (Red)