KABARSULTRA.ID, KONAWE UTARA – Masyarakat yang tergabung dalam Forum Masyarakat Pemilik Lahan Bersatu (Formilatu), menggelar aksi unjuk rasa di Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut), beberapa hari lalu.
Menanggapi hal itu, Humas PT Tiran Group, La Pili, kepada awak media, Sabtu (25/3/2023), mengungkapkan bahwa unjuk rasa oleh Formilatu merupakan aksi salah alamat.
Kata La Pili, jika substansi unjuk rasa yakni terkait klaim lahan di Kecamatan Lasolo Kepulauan (Laskep), maka aksi seharusnya digelar di lokasi PT Tiran Mineral.
“Persoalkan klaim lahan di lokasi Tiran Mineral di Laskep, kok demonya di lokasi Tiran Indonesia Kecamatan Langgikima. Kedua perusahaan itu posisinya berjauhan dan masing-masing punya pimpinan manajemen tersendiri,” ungkap La Pili.
Meski demikian, La Pili membenarkan bahwa pada tahun lalu, dari kelompok masyarakat pernah bertemu dengan pihaknya, terkait lahan yang diklaim di lokasi PT Tiran Mineral itu.
“Saat itu kami jelaskan bahwa untuk dasar pengajuan ke kantor pusat kami maka harus ada legalitas yang jelas terkait lahan yang diklaim,” terangnya.
Legalitas dimaksud adalah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika hanya Surat Keterangan Penguasaan Fisik atas sebidang tanah, itu belum bisa memiliki kekutatan hukum, karena itu sifatnya hanya dari pengakuan sepihak dan rawan potensi konflik.
Kata dia, boleh jadi juga akan ada pihak lain yang mengklaim, karena surat keterangan seperti itu bisa pula dibuat secara sepihak, apalagi kalau tidak jelas waktu pembuatannya, misalnya hanya mencantumkan tahun sedangkan tanggal dan bulannya tidak ada.
Kemudian terkait klaim lahan dari beberapa kelompok yang datang, semuanya masuk dalam Status Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan tidak ada sama sekali lahan bekas kebun atau hunian dari masyarakat.
“Selama ini sebagai wujud kepedulian kami kepada masyarakat sekitar, dana CSR PT Tiran Mineral sudah memberikan ke desa Waturambaha setiap bulannya,” katanya.
Selain dana CSR sebagaimana dimaksud, PT Tiran Mineral juga selama ini selalu berpartisipasi memberikan bantuan pendidikan dan kegiatan kepemudaan, bantuan rumah ibadah, serta giat sosial kemasyarakatan lainnya.
Sementara itu, Hendrik selaku perwakilan pemilik lahan, mengungkapkan bahwa keterangan La Pili menyebut aksi masyarakat di Langgikima salah alamat, merupakan pernyataan keliru.
Dijelaskan, Tiran Indonesia dan Tiran Mineral merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sama-sama berada di bawah naungan PT Tiran Group selaku perusahaan induk.
Hendrik bahkan menyebut, La Pili sebagai Humas yang tidak paham tentang “management holding company”. Dijelaskan, analoginya seperti satu keluarga, Tiran Group sebagai orang tua, sementara Tiran Indonesia dan Tiran Mineral adalah anaknya.
Olehnya itu, manajemen Tiran Group sebagai induk dari perusahaan, harus bertanggung jawab atas masalah yang terjadi di Tiran Mineral, karena Tiran Group berkantornya di Site Tiran Indonesia, di Kecamatan Langgikima.
“Yah, kami sasar Site Tiran Indonesia agar bisa ketemu dengan top manajemen Tiran Group dan itu terbukti saat aksi di Tiran Indonesia kami ditemui oleh pak Hendrikus, T. Date, salah Satu anggota management PT Tiran Group,” katanya.
Hendrik berharap, La Pili sebagai Humas Tiran Group, paham tentang arti “management holding company”, agar tidak keliru dalam membuat pernyataan di publik.
“Padahal dia Humas Tiran Group, mestinya dia paham bahwa masalah di Tiran Mineral adalah bagian dari tanggung jawab Tiran Group jadi tidak perlu persoalkan lagi titik aksi kami,” ujarnya kesal.
Lanjut Hendrik, La Pili sebagai Humas Tiran Group, seharusnya hadir bertemu langsung dengan masyarakat, untuk mendengarkan cerita tentang lahan tersebut, agar tahu sejarah dan ceritanya, jangan hanya berbicara di publik, membuat pernyataan yang mendiskreditkan masyarakat.
Tugas Humas kata Hendrik, sejatinya membina hubungan baik antara pihak perusahaan dengan masyarakat agar terjalin harmoni, demi menjaga kondusifnya aktivitas perusahaan dalam berinvestasi, bukan malah bersikap seperti “preman” yang sering menggiring masalah kepada konflik.
“Kami ini rakyat jelata sederhana dalam berpikir, kami hanya ingin hak kami diberikan sesuai dengan fakta kepemilikan lahan kami, bukan ingin berkonflik dengan perusahaan, namun bila Humas tersebut ingin berkonflik kami siap,” ujarnya.
Ia lalu mengungkapkan, alasan pihaknya bertandang ke Tiran Indonesia saat unjuk rasa, sebab informasi yang diterima dari karyawan bahwa di sana (Laskep-red) tidak ada yang berkapasitas untuk menyelesaikan masalah, karena pimpinan manajemen Tiran Mineral itu adanya di Tiran Indonesia, Langgikima.
Olehnya, massa memutuskan untuk melakukan aksi demontrasi di Tiran Indonesia agar bisa bertemu dengan orang yang berkapasitas dalam Perusahaan Tiran Group untuk menyelesaikan polemik lahan.
Lebih dari itu, Hendrik juga mengkritisi pernyataan La Pili yang dinilai “absurd” dan menjadi bias, terkait legalitas lahan. Pasalnya, masyarakat dituntut memberikan bukti kepemilikan lahan secara administrasi sesuai dengan undang-undang yang berlaku, Sementara di sisi lain juga dikatakan bahwa disana itu adalah Hutan Produksi Terbatas (HPT).
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, ditegaskan dalam poin 1 bahwa setiap orang dilarang merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan. Dalam point 3 juga dijelaskan bahwa setiap orang dilarang mengerjakan dan menggunakan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah,” terangnya.
Sehingga secara administrasi tidak bisa ada SKT yang terbit di atas kawasan dan secara hukum tidak boleh ada aktivitas pertambangan di atas kawasan hutan tanpa izin.
Ia pun meyakini bahwa Tiran Mineral di Waturambaha tidak memiliki dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP), maupun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
keyakinannya itu, berdasarkan pernyataan La Pili sebagai Humas yang secara tidak langsung telah membuat pengakuan dan mengumbar aib Tiran Group di depan publik, khususnya kepada masyarakat Konut yang mana perusahaan telah melakukan penambangan di atas kawasan hutan tanpa IPPKH.
Menurut Informasi yang didapatkan masyarakat bahwa PT Tiran hanya memiliki Izin Pendirian Pabrik, tapi anehnya disana tidak ada pembangunan pabrik, namun yang ada yakni aktivitas pertambangan.
“Saya bisa buktikan bahwa disana tidak ada aktivitas pembuatan pabrik atau smelter karena saya sudah beberapa kali ke lokasi lahan masyarakat yang ditambang oleh pihak Tiran Mineral,” ujarnya.
Seharusnya Pihak PT. Tiran kata Hendrik, melakukan pendekatan humanis terhadap masyarakat, mengedepankan asas musyawarah secara kekeluargaan dan mengedepankan kearifan lokal, demi menghindari gejolak sosial dari pemilik lahan.
Semua itu wajib dilakukan tanpa harus mempersulit masyarakat dengan persoalan hukum dan administrasi, karena apapun dalilnya, hak keperdataan masyarakat tidak akan hilang dan negara menjamin itu.
“Kepemilikan lahan masyarakat diakui secara de facto oleh tokoh-tokoh masyarakat setempat dan pemerintah desa setempat,” ujarnya.
Mestinya Humas tersebut tidak perlu membuat pernyataan yang kontroversial, apalagi yang bersifat mengkerdilkan masyarakat, takutnya malah akan memicu konflik antara masyarakat dengan perusahaan.
Lagipula persoalan lahan masyarakat di Waturambaha sudah di ambil alih oleh Hendrikus, T. Date dengan cara humanis dan telah menjadwalkan bersama-sama kelokasi lahan masyarakat, untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Hendrik mengakhiri wawancara ini, sebagai pemuda sekaligus putra daerah Konut, menyarankan kepada pimpinan tertinggi PT Tiran Group yakni H. Andi Amran Sulaiman, untuk mengevaluasi karyawan manajemen Tiran Group, khususnya La Pili.
La Pili kata dia, tidak solutif dalam menyelesaikan masalah sosial. Konstruksi berfikirnya salah karena menyelesaikan masalah tanpa solusi, hanya pintar beranalogi.
Ia pun menyarankan kepada pihak perusahaan agar menggunakan jasa Humas lokal putra daerah Konut, agar jika ada masalah sosial, mudah diselesaikan dengan kekekuargaan melalui pendekatan emosional.
“Karena masyarakat Konut adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu dan yang lainnya. Di Konut masih banyak pemuda potensial yang cakap, bijaksana dan amanah,” tutup Hendrik. (Red)