KABARSULTRA.ID, KONAWE UTARA – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra), kembali membuka suara perihal polemik yang terjadi di wilayah IUP PT. Aneka Tambang (Antam) tbk, Blok Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, kepada awak media, Sabtu (24/6/2023), mengatakan, hadirnya PT Antam Tbk di Konut, bukan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, melainkan menjadi penghalang bagi untuk mencapai kesejahteraan.
Dijelaskan, konstelasinya sangat berbeda. Saat 11 IUP masih beroperasi, masyarakat Konut banyak yang rasakan kesejahteraan. Dibandingkan sejak kembalinya PT Antam, banyak masyarakat maupun pengusaha lokal yang mengeluh.
Menurutnya, PT. Antam tbk tidak pernah memiliki tujuan untuk menghidupkan perekonomian atau mensejahterakan masyarakat lingkar tambang pada khususnya, serta masyarakat lokal Konut pada umumnya.
Hal itu dapat dibuktikan dengan pembentukan Kerja Sama Operasi-Mandiodo, Tapunggaeya dan Tapuemea (KSO-MTT) yang didominasi oleh perusahaan dari luar Konut.
Kemudian ketentuan terkait kontrak 10$/metric ton kepada pengusaha lokal, pengusaha lokal boleh menambang di wilayah IUP PT. Antam, namun dengan catatan ore nikel yang dihasilkan dari pengusaha lokal akan dibeli oleh PT Antam tbk dengan harga 10$/metric ton.
“Yang kami sampaikan berdasarkan realita yang terjadi di lapangan, pembentukan KSO-MTT hanya sebagai topeng saja untuk mendapat pengakuan bahwa PT. Antam melalui KSO-MTT telah memberdayakan masyarakat lingkar tambang, tetapi faktanya berbeda,” bebernya.
Oleh karena itu, Hendro Nilopo yang merupakan putra daerah Konut itu, meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT Antam Tbk dan menghidupkan kembali 11 IUP swasta yang sebelumnya tumpang tindih di Blok Mandiodo.
“Kami ingin agar PT. Antam tbk segera angkat kaki dari Konawe Utara. Saya yakin jika IUP OP PT. Antam Tbk Blok Mandiodo dicabut dan 11 IUP Swasta kembali dihidupkan, maka masyarakat Konawe Utara akan kembali merasakan kesejahteraan seperti sebelumnya,” ujarnya.
Mahasiswa S2 Ilmu Hukum Universitas Jayabaya Jakarta itu yakin bahwa ketika PT. Antam angkat kaki dari Konut, maka perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Konawe Utara akan kembali stabil. Namun dengan catatan, ketika 11 IUP dihidupkan kembali, maka harus sepakat yang menjadi kontraktor harus pengusaha lokal dan masyarakat di lingkar tambang.
“Yang tidak sepakat untuk memprioritaskan masyarakat lingkar tambang dan pengusaha lokal Konawe Utara, tidak usah dihidupkan IUP-nya. Bila perlu dibuatkan perjanjian antara pemilik 11 IUP swasta dengan permakilan masyarakat lingkar tambang dan perwakilan pengusaha lokal Konut,” tutupnya. (Red)