KABARSULTRA.ID, KONAWE UTARA – Sebelumnya beredar video, seorang ibu di Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut) menangis histeris, diduga lahannya diserobot salah satu perusahaan tambang.
Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konut langsung bergerak cepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, dengan menginisiasi pertemuan antara pihak perusahaan dengan masyarakat.
Pertemuan kemudian dilakukan PT Elit Kharisma Utama (EKU) bersama masyarakat Desa Marombo Pantai selaku pemilik lahan. Keduanya melakukan diskusi tentang penyelesaian masalah lahan pertambangan, pada hari Minggu (12/2/2023).
Masyarakat menuntut untuk mendapatkan royalti sebesar 2 USD/ton setiap pengapalan dan meminta bayaran ganti rugi sebesar Rp 1.500.000 untuk tiap pohon tanaman yang ada di lahan tersebut.
Terhadap persoalan ini, Bupati Konut, Ruksamin ingin mendapat kepastian status kepemilikan lahan, serta memastikan bahwa ibu yang viral di media sosial tersebut benar warga Konut. Olehnya ia memerintahkan kepada Camat Langgikima untuk mengundang Ati dalam pertemuan yang telah dijadwalkan.
Ruksamin juga memerintahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk membawa dokumen-dokumen terkait perizinan perusahaan yang beroperasi di Desa Marombo Pantai, lantaran diduga telah terjadi aktivitas penambangan yang menyerobot lahan milik warga.
Bupati Konut, Dr. Ir. H. Ruksamin, S.T., M.Si., IPU., ASEAN. Eng, lalu mengundang Wakil Bupati (Wabup) Konawe Utara H. Abuhaera, S.Sos., M.Si, bersama Kapolres, Dandim 1430/Konut, serta asisten, staf ahli, Camat Langgikima dan Camat Landawe, dalam pertemuan bersama masyarakat dan pihak perusahaan, pada Senin (13/2/2023).
Namun sebelum dimulainya pertemuan, Ruksamin berhalangan hadir dikarenakan ada suatu urusan yang harus diselesaikan. Untuk itu, Abuhaera hadir memimpin pertemuan tersebut didampingi Forkopimda dan dinas terkait.
Masyarakat Desa Marombo Pantai mempertanyakan kejelasan tindak lanjut atas tuntutan tersebut, namun pihak perusahan belum bisa memberikan jawaban atas tuntutan masyarakat dikarenakan yang hadir dalam pertemuan ini bukan atasan PT EKU.
Tidak sampai disitu, ternyata konflik lahan ini juga terjadi di Desa Landawe Utama, Kecamatan Landawe, dimana pihak perusahaan telah melakukan aktivitas penambangan tanpa melakukan pembebasan lahan. Karena itu, masyarakat menuntut Pemerintah Daerah untuk mengambil tindakan kepada pihak perusahaan yang menyerobot lahan masyarakat ini.
Abuhaera berusaha mencari solusi untuk masyarakat agar konflik ini tidak berkepanjangan. Alhasil, kedua belah pihak bersepakat untuk mengundur waktu untuk perusahaan dapat menjawab tuntutan masyarakat.
Dengan ini, Wabup Konut yang tidak ingin ada konflik berkepanjangan di wilayah yang dipimpinnya, mengarahkan untuk kedua belah pihak membuat surat pernyataan bahwa pihak perusahaan akan memberikan jawaban akan tuntutan masyarakat paling lambat 20 Februari 2023.
Abuhaera mengungkapkan kepada masyarakat akan memanggil pihak perusahaan dan mengkaji kembali soal perizinan dan Amdal pihak perusahan. Namun ia belum bisa memberikan keputusan karena pemangku kebijakan tertinggi ada di tangan Bupati.
”Urusan ini sudah ada di tangan Pemerintah Daerah, saya minta kepada masyarakat untuk tetap tenang, percayakan kepada saya dan pak bupati untuk mencarikan solusi terbaik untuk masyarakat,” ungkapnya.
Abuhaera juga mengimbau kepada masyarakat untuk menjaga kondusivitas, tidak melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum. Pemerintah Daerah Konut akan terus bekerja melayani masyarakat.